Sabtu, 31 Oktober 2009

Grateful


" We can only have a motor and a small boarding, no problem. We're happy. "
Afi, 2008.


Afi ( let's just say his name so ), kenalanku yang satu ini sangat menyenangkan buat dilihat. Dalam artian, dia selalu tersenyum lebar, dengan banyak utang di kepalanya. Dia selalu tertawa lebar dengan banyak masalah di kentornya. Dia masih bisa bersenandung gembira dengan cemooh dari keluarganya, karena istrinya yang tidak disenangi oleh keluarganya. Istrinya, Ida, juga begitu, hidupnya kayak gak pernah kurang apapun, selalu pringas pringis, ingah - ingih, dan menertawakan kebodohan - kebodohan yang dilakukan suaminya. Kalau mereka berantem, serunya minta ampun, Smapai - sampai aku pernah liat adegan, si Afi mau dicemplungin ke kolam ikan di pemancingan sama istrinya, di depan BANYAK ORANG. Gimana aku yang waktu itu lagi bareng mereka gak malu setengah mati ?! Tapi, di sisi lain, selain dapat malu karena kenal sama pasangan muka tebal kayak mereka, aku juga belajar banyak hal dari kehidupan mereka.

Sejak pacaran, Ida emang udah dapet tanda silang besar dari keluarga Afi. Alasan yang mendasar cuma karena latar belakang budaya ( c'mmon, hari gini masih rasis ? jadul parah ! ). Tapi dasarnya si Afi emang bocah nekat, entah pakai kabur dari rumah apa ngancem ala sinetron " Kalau aku gak boleh nikah sama Ida, mending aku mati aja ! " atau pura - pura depresi, yang jelas, akhirnya mereka boleh juga menikah secara resmi. Jelas itu adalah hal yang gak diduga, karena Afi udah nyiapin penghulu sendiri buat nikah siri. Awal mereka jadi suami istri, gak kayak saudara Afi yang lain yang dikasih uang untuk pesangon pengantin baru, Afi tidak diberi sepeserpun. Dengan gaji yang seadanya, ditambah penghasilan istri, Afi berusaha mandiri. Kalau sodaranya yang lain punya rumah sendiri, dia baru bisa ngekos di sebuah kamar kecil. Kalau sodara yang lain udah punya mobil keluarga, dia hanya ada 1 motor lama untuk antar jemput istri. Tiap hari, kerena kehdupannya yang pas-pasan itu, dia selalu jadi bahan pembicaraan negatif di keluarga besarnya. Tapi dia mah cuek bebek, dia bilang, " Mereka bilang aku gak hidup cukup, tapi aku merasa udah cukup kok, Bisa nyicil utang tiap bulan, udah bikin aku ngerasa cukup. "

Sekarang si Afi udah punya anak lucu banget, sama aja kayak bapak ibunya, tuh anak bawaannya ketawa mulu. Mungkin dia emang bukan anak yang bisa tiap minggu dibeliin mainan baru atau diajakin jalan - jalan ke mall. Tapi dia anak yang sangat bisa menghargai hal - hal yang sederhana. Cukup ke mall tanpa membeli apa - apa juga sudah wisata namanya, apalagi kalau dibeliin entah cuma apa gitu, buat dia udah sebuah kemewahan. Padahal kan kadang anak kecil itu suka gak tahu kalau orang tuanya lagi kekurangan atau gak mampu, suka aneh - aneh minta dibeliin ini -itu yang diliat di TV, padahal harganya selangit.

Tulisan ini maksudnya bukan mengkritik agar tiap orang harus hidup sederhana sekali, sama sekali bukan. Kalau mau hidup mewah juga gak apa, asal semua itu gak sia - sia dan memang membuat kita merasa sudah cukup bahagia. Mau tiap akhir minggu bolak - balik Indonesia - Prancis buat belanja gak papa, asal kita sadar kita bahagia dengan itu. Jangan - jangan udah kayak gitu masih juga mikir:
" Ya ampun, kok orang lain bisa ya bolak balik Indonesia - Eropa 3 hari sekali ? Aku kok cuma bisa seminggu sekali ya ? Miskin amat suamiku, cuma bisa mbayarin belanja ke eropa seminggu sekali. "

Minta digaplak nih orang. Itu sih yang miskin bukan suaminya, tapi hatinya.

Happiness is a choice. You could continue to feel sadness in happiness, but you could also feel haapy in a grief. So what abou your life ? You are happy or not ? It's up to you ! :)

0 komentar:

Posting Komentar